Makna Islam Menurut KH. Aahmad Dahlan

label yotube

Setelah KH. Ahmad Dahlan melontarkan keduanya, seluruh peserta rapat pengurus Persyarikatan Muhammadiyah terdiam tak mampu memberikan jawaban. Sadar akan begitu beratnya konsekuensi dari jawaban kedua pertanyaan tersebut. Pertanyaan yang tidak hanya dapat selesai dijawab oleh kata semata namun membutuhkan pembuktian berupa amalan yang nyata.

Keduanya itu ialah; Apakah saudara sudah mengerti Islam yang sebenar-benarnya itu apa dan apakah saudara siap menjalankan islam yang sebenar – benarnya ?.

Dalam perjuangan dakwahnya membumikan ajaran islam yang sebenar-benarnya Kyai Dahlan sepenuhnya berserah diri kepada Allah. Walau tahu jalan yang dihadapinya tidak akan mudah, walau tahu akan banyak orang yang menentang jalan dakwahnya, dimulai penentangan umumnya ulama pada waktu itu, hingga pembakaran langgar miliknya. Namun pendiri persyarikatan Muhammadiyah itu memahami, bahwa hidup adalah seluruhnya untuk Allah (lillah), bukan untuk manusia (linnas), walau berat rintangan yang harus dihadapi.

Sedang Islam itu sendiripun berasal dari kata aslama – yuslimu – islaman berarti menyerahkan diri. Saat seorang berani menyatakan diri berislam, maka ia harus berani pula menerima ujian. Kita ingat bagaimana kisah nabi Ibrahim as yang meski sudah tidak muda lagi tetap mengharapkan kehadiran seorang anak, memohon kepada Sang Maha Pemberi. Kemudian saat anak itu telah lahir dan tumbuh besar,  Allah menguji lagi setelah penantian  panjang hadirnya seorang anak dengan ujian yang sungguh berat, berupa perintah untuk menyembelih buah hatinya itu. Ibrahim As lulus dari ujian. Pada saat-saat terakhir pisau hendak menyentuh dan memutus urat lehernya, Allah pun menggatinya dengan seekor lembu dan menyelamatkan anaknya itu.

Berislam bukan hanya diucapkan saja, namun juga haruslah diamalkan. Mengamalkan segala yang diperintahkan dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah al-maqbulah. Bila seorang perempuan dalam Al-Qur’an diwajibkan untuk menutup aurat, maka haruslah ia melaksanakannya, menutup seluruh bagian tubuh yang dilarang terlihat oleh siapapun selain mahromnya.

Bila hanya islam sekedar dilisan, bukankah burung beopun bisa mengucapkan salam dan dua kalimat syahadat bila terus menerus diajarkan oleh pemiliknya. Mari lihat kedalam diri masing-masing, sudah sampai manakah tingkat keislaman kita.

Pertanyaan Kyai Dahlan yang mengatakan beranikah saudara untuk berislam, bukanlah pertanyaan yang dapat diselesaikan dengan jawaban lisan saja. Namun ia harus diikuti oleh amaliyah yang nyata. Segala perintah Allah yang tertulis dalam Al-Qur’an dan Hadis harus mampu Ia patuhi dengan segenap tenaga yang dimilikinya.

Berani berislam, berarti berani mengamalkan perintah-Nya, walau harus menyembelih anak sendiri. Siap dan sabar melalui ujian-ujian yang sulit dan memayahkan.

Bila ditemui orang yang mengatakan berani berislam, namun ia meninggalkan shalat, meninggalkan puasa, enggan membayar zakat maka tidak lain itu dikarenakan kurangnya pemahaman tentang berislam yang ia miliki.

Seorang yang berani berislam yang ia tahu hanyalah ikhlas beramal untuk Allah. Tak peduli kesulitan atau tantangan apa yang harus Ia hadapi dijalan. Ia akan terus maju dan berjuang menjalankan perintah Allah. Karena seorang yang berislam segala amal yang diperbuat, bahkan hidup dan matinya hanya dipersembahkan untuk Allah semata. Inna shalati wanusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil ‘Alamin. (ilham)

Materi disampaikan oleh: H. Ali Yusuf S.Sy., S.Th.I., M.Hum. pada Kajian Rutin Ahad Pagi Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (Ahad, 5 Maret 2017) dan dirangkum oleh: Ilham Lukmanul Hakim [Tim Sayyidun PERSADA UAD]

Memaknai Toleransi Dalam Konteks Kebhinekaan Umat

60

Ketika ada orang yang bekoar-koar menyerukan toleransi dan mengajarkan toleransi kepada umat muslim, sebenarnya mereka belum mengetahui bahwasanya umat Muslim telah diajarkan kehidupan yang bertoleransi (Tasamuh) sejak 14 abad yang lalu, ketika Rasulullah Muhammad SAW diutus di muka bumi ini.

Islam merupakan agama yang mengakui dan menghargai adanya perbedaan dan keragaman. Allah SWT telah menetapkan hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat didalam Al-Qur’an, diantaranya QS. Al-Hujurat : 13 sebagaimana disebutkan diatas.

Bukan saja keragaman umat manusia, bahkan sesungguhnya didalam diri masing-masing setiap orang juga sudah terdapat keragaman, sebagai bukti dan tanda kekuasaan Allah SWT. Disebutkan dalam QS. Ar-Rum : 22, bahwasanya diantara tanda-tanda kekuasaan Allah adalah, bahwasanya Dia telah menciptakan langit dan bumi, perbedaan bahasa serta warna kulit manusia. Lebih dari itu, semua manusia yang menghuni bumi ini, baik yang telah meninggal atau yang masih hidup sekarang ini, mereka semua memiliki sidik jari yang berbeda-beda satu sama lain, tidak lain ini semua juga telah dijelaskan didalam al-Qur’an. Lihat QS. Al-Qiyamah : 3-4, disebutkan bahwa kelak Allah akan menyusun kembali ujung jari-jari manusia dengan sempurna.

Keragaman umat manusia termasuk didalamnya agama, adat istiadat, golongan, suku, budaya dan sebagainya ini, jika dijaga dengan baik tanpa ada gesekan satu sama lain maka akan menyebabkan kehidupan yang indah dan dinamis, sebagaimana pelangi yang memiliki warna berbeda-beda.

Kata lita’arofuu dalam QS. Al-Hujurat : 13 diatas dapat memberikan hikmah pelajaran kepada kita, diantaranya :

  1. Mengajarkan kepada kita untuk mengakui, menghargai, mengetahui dan memahami adanya perbedaan.
  2. Agar manusia saling menjalin relasi yang baik satu sama lain
  3. Mengajarkan kepada kita untuk bersikap terbuka kepada siapapun.

Akan tetapi perlu diperhatikan, sebagai umat muslim, dalam menjalin hubungan dengan orang lain -diluar ideologi Islam- tetap harus sesuai bimbingan Allah SWT. Disebutkan dalam QS. Al-Mumtahanah : 8-9, bahwa syarat menjalin hubungan yang baik dengan mereka adalah :

  1. Selama mereka tidak memerangi kita dan membenci, mencaci atau menistakan agama Islam.
  2. Selama mereka tidak mengusir kita dari kampung halaman. Kata mengusir disini dapat dipahami juga sebagai perbuatan mereka yang mengasingkan kita atau keberadaan kita tidak dianggap, meski dalam daerah atau lingkungan yang sama.

Disebutkan pula dalam QS. Al-Kafirun : 6 yang artinya “bagimu agamamu dan bagiku agamaku,”. Ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa dalam hal aqidah dan ibadah tidak dikenal istilah toleransi, tidak ada tawar menawar. Hal ini adalah sikap yang tegas. Ketika ada kejadian umat muslim yang dipaksa memakai aksesoris peribadatan umat agama lain karena tuntutan pekerjaan, atau dengan dalih toleransi kemudian diselenggarakan pengajian, shalawat dan adzan di rumah ibadah umat lain atau ajakan mengucapkan selamat hari raya kepada umat agama lain. Semua ini diluar makna toleransi, justru mereka yang menuntut hal-hal demikian, sejatinya mereka yang tidak memiliki sikap toleran kepada umat muslim.

Demikianlah sifat orang-orang muslim, berbuat baik dan adil kepada sesama manusia, jangankan merusak tempat ibadah umat agama lain, menghina sesembahan mereka juga tidak diperbolehkan. Hal ini menunjukan bahwa sesungguhnya orang Islam itu layaknya lebah.

Tempat tujuan lebah adalah sesuatu yang baik, yakni bunga. Bahkan ia hanya memilih satu jenis bunga sebagai makanannya, tidak merampas bunga yang lain. Apa yang dikeluarkan adalah madu. Dimanapun hinggap, ia tidak menyebabkan patahnya ranting ataupun jatuhnya sehelai daun sekalipun. Lebah juga dikenal sebagai hewan yang menjaga kehormatan dirinya, jika sewaktu-waktu diganggu dan disakiti, maka ia akan melawan dan mempertahankan kehormatannya itu meski dirinya harus mati.

Apa yang dimakan orang Muslim adalah sesuatu yang halal lagi baik, apapun yang dikeluarkan adalah sesuatu yang baik, tidak membuat kerusakan dimanapun berada serta menjaga kehormatan dan harga diri.

Jangan sekali-kali mengganggu kehormatan dan aqidah umat muslim, sebab pilihan umat muslim itu hanyalah hidup mulia atau mati syahid. Wallahu a’lam. (Mas DF)

Materi disampaikan oleh: Dr. H. Ustadzi Hamzah, MA. pada Kajian Rutin Ahad Pagi Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (Ahad, 26 Februari 2017) dan dirangkum oleh: Diyan Faturahman [Tim Sayyidun PERSADA UAD]