Kalender Islam Global Solusi untuk Mengatasi Perbedaan

YOGYAKARTA—“Kita memulai puasa ada perbedaan. Ada yang memulai hari Sabtu dan ada yang memulai hari Ahad. Kenapa berbeda? Karena ada sisi lain yang perlu kita pahami. Ini disebabkan adanya perbedaan metode yang digunakan ada yang menggunakan metode rukyat dan ada yang menggunakan metode Hisab.” Terang Ustaz Syamsul Anwar (Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah) saat memberika kajian qabla Tarawih di Masjid Islamic Center UAD pada Sabtu (09/04).

Pertanyaannya, mengapa yang satu menggunakan rukyat dan yang lain menggunakan Hisab? Adapun yang menggunakan rukyat itu mendasarkannya kepada hadis Nabi Saw:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ

Artinya: Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah (berhari rayalah) kamu karena melihat hilal. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Ustaz Syamsul menjelaskan hari raya dan puasa itu sebabnya karena melihat Hilal. Kalau Hilal terlihat maka puasanya dilaksanakan keesokan harinya. Kalau hilal Tidak terlihat maka pada tanggal 29 bulan berjalan puasanya dilaksanakan lusa. Ini bagian dari rukyat dan hal ini telah berjalan selama berabad-abad sehingga menjadi tradisi, serta menjadi satu ritual yang dianggap penting seperti halnya kita berbuka bersama. Kita tentu bahagia saat menanti waktu berbuka juga kita akan bahagia ketika menanti munculnya hilal.

Pada sisi lain memulai ibadah puasa atau bulan baru secara umum, baik itu Ramadhan, Syawwal, dan Zulhijjah serta bulan-bulan lainnya. Itu tidak berdasarkan penampakan, tetapi berdasarkan posisi geometris dari satu benda langit yang disebut bulan. Asal posisi itu terpenuhi, baik terlihat maupun tidak terlihat, maka keesokan harinya mulai bulan baru.

Bagaimana posisi itu? yaitu sesudah ijtimak saat matahari tenggelam bulan belum tenggelam. Jadi, ijtimak terjadi ketika bulan berada pada bidang datar yang sama atau pada garis lurus, lalu ketika matahari tenggelam bulan belum tenggelam.

Apakah ketika dia terbenam atau belum terbenam terlihat atau tidak terlihat?  Bukan itu yang menjadi permasalahan. Menurut ustaz Syamsul yang penting sudah terjadi ijtimak kemudian saat matahari tenggelam bulan belum tenggelam. Itu adalah satu kriteria. Ada kriteria yang lain, yaitu sudah imkanur-rukyat di mana pun di suatu tempat di muka bumi sebelum pukul 12.00 waktu GMT. Dengan demikian telah terjadi imkanur rukyat di mana pun; Samudera Hindia, Laut Pasifik, Benua Amerika, Benua Australia, Benua Eropa, dan sebagainya. Lalu, di mana pun di Indonesia. Pokoknya ketika sudah terjadi imkanur-rukyat di suatu tempat di dunia yang terjadi sebelum pukul 12.00 waktu internasional, GMT. Maka masuk bulan baru. Ini juga hisab. Ini kreteria kalender global.Terang ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah ini.

Kemudian, mengapa menggunakan hisab dengan melihat posisi tadi? Kalau kita menggunakan rukyat, rukyat itu coverannya di muka bumi bersifat terbatas. Di suatu tempat dapat terlihat, tetapi di tempat lain tidak terlihat. Di Mekkah terlihat, tetapi di Indonesia tidak. Di Benua Amerika terlihat, tetapi di Benua Eropa tidak terlihat. Rukyat itu fenomena yang sifatnya lokal. Sebetulnya, tidak ada masalah ketika terjadi perbedaan seperti Bulan Ramadhan sekarang ini. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah nanti ketika bulan Zulhijjah. Di Mekkah hilal terlihat, tetapi di tempat lain seperti Indonesia belum tentu terlihat. Misalnya, ketika di Mekkah terlihat di Indonesia dan atau tempat lain tidak terlihat, maka 1 Zulhijjahnya berbeda. Di Mekkah keesokan harinya, di tempat lain lusa. Berarti tanggal 9 Zulhijjahnya juga berbeda. Misalnya di Mekkah tanggal 9 jatuh pada hari Senin, lalu karena Hari Arafah umat Islam yang tidak menunaikan ibadah haji, tidak wukuf di Arafah di sunnahkan pada hari itu untuk berpuasa. Kalau tanggalnya berbeda, maka di sini baru tanggal 8, di Mekkah sudah tanggal 9.

Lalu puasa Arafah kapan dilaksanakannya? Pertanyaan ini tidak bisa dijawab. Apakah ketika tanggal 8-nya atau besoknya? Kalau besoknya, di Mekkah sudah tanggal 10. Sudah Idul Adha. Inilah masalahnya kalau kita menggunakan rukyat. Masalah ini bisa diatasi kalau kita menggunakan Kalender Islam Global dan Kalender ini hanya dimungkinkan dengan hisab. Itulah alasan mengapa sebagian menggunakan hisab. Supaya kita bisa menepatkan hari-hari ibadah kita.

Mudah-mudahan memberikan pemahaman pada kita mengapa terjadi perbedaan seperti itu. Dalam kehidupan sosial kita diharapkan bisa bertoleransi. Yang puasa hari Minggu menghormati yang puasa hari Sabtu dan yang puasa hari Minggu dihormati oleh yg puasa hari Sabtu. Tapi idul fitri yg akan datang di atas kertas diramalkan sama. Mungkin Idul Adha akan berbeda. Ini baru satu kemungkinan. Jadi, nanti jangan tanya puasa Arafahnya bagaimana? Ini tidak bisa dijawab. Dijawabnya dengan kalender Internasional.” Tutup ustaz Syamsul Anwar, ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. (Ahmad Farhan)