Empat Prinsip Ajaran Islam

YOGYAKARTA—Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mengadakan kajian rutin di Ahad pagi. Adapun narasumber pada kajian kali ini adalah Ustaz Ali Yusuf. Kajian ini diadakan secara offline dan online via Zoom Meeting dan live streaming Youtube di channel “MASJID ISLAMIC CENTER UAD” (30/1).

Dalam kesempatan kali ini Ustaz Ali menyampaikan mengenai  empat prinsip (hal) yang wajib dipelajari; pertama, ilmu; kedua, amal; ketiga, dakwah; dan keempat, kesabaran. Adapun rinciannya sebagai berikut:

Pertama, Ilmu. Maksud dari ilmu di sini adalah mengenal Allah swt, mengenal Nabi Muhammad saw, serta mendalami agama Islam. Secara definisi ilmu adalah pengetahuan atas segala sesuatu yang sesuai dan bersifat yakin lagi pasti. Setiap Muslim ketika mencari ilmu, maka harus dilakukan step by step. Tidak boleh ada perasaan ingin segera menguasai ilmu. Dengan demikian, setiap Muslim jangan pernah merasa “puas” dalam mencari ilmu, tetapi harus selalu haus akan ilmu.  

Kemudian, Imam Syafi’i membagi ilmu dan karakter penuntutnya menjadi 4/4 bagian:

1/4 pertama Seseorang akan merasa tahu segala hal dan merasa paling pintar.

1/4 kedua Seseorang merasa ada ilmu yang dikuasai dan ada ilmu yang belum dikuasai.

1/4 ketiga Seseorang merasa apa yang tidak diketahui lebih banyak dari pada yang sudah diketahui.

1/4 keempat Puncaknya, seseorang akan semakin menyadari bahwa ilmu itu tidak mungkin dapat dikuasai semuanya.

Secara umum, ilmu terbagi menjadi dua; dharuriy dan zhaniy. Dharuriy adalah ilmu yang bersifat umum dan tidak perlu dilakukan penelitian terlebih dahulu, seperti api itu panas, air itu dingin, dan selainnya. Ustaz Ali juga menegaskan bahwa, “Semakin seseorang berilmu, maka ia akan semakin merasa bodoh.” Maka dari itu, amalkan ilmu padi; semakin berisi semakin merunduk.

Kedua, amal. Sesuatu yang telah diketahui (ilmu) memiliki konsekuensi untuk diamalkan. Cara pengamalannya adalah dilakukan dengan iman –karena Allah swt— yaitu dengan melakukan ketaatan pada-Nya, melaksanakan segala perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya. dengan demikian, amal merupakan buah dari pada ilmu.  

Ketiga, dakwah. Dakwah berarti aktifitas untuk mengajak manusia kepada kebaikan dengan bashirah (ilmu & dalil-dalil) sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Allah swt dalam al-Qur’an surat Yusuf ayat 108 dan dengan cara yang bijak (sesuai dengan objek dan tempat dakwah) sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 125.

Keempat, kesabaran. Sabar adalah sikap menahan emosi dari keinginan, bertahan dalam situasi sulit, dan tidak mengeluh. Ketika belajar mencari ilmu, beramal, dan berdakwah mesti diiringi dengan kesabaran. Secara umum para ulama membagi kesabaran menjadi tiga jenis; sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar dalam menjauhi maksiat, dan sabar dalam menerima semua ketentuan Allah swt. (Ahmad Farhan)

Refleksi Awal Tahun: Menjadi Mukmin yang Baik

YOGYAKARTA—”Kalau orang mau maju maka harus melakukan peninjauan atau evaluasi. setelah kita meninjau kembali atau atau mengevaluasi diri maka Buatlah langkah-langkah untuk memperbaiki diri.” Ujar ustaz Anhar Anshori saat menyampaikan kajian Ahad pagi secara offline dan online perdana di awal tahun 2022 (2/1).

Dalam prolog kajiannya yang bertemakan “Refleksi Awal Tahun” ustaz Anhar Anshori menyampaikan bahwa berkaitan dengan evaluasi ini telah termaktub dalam al-Qur’an surat al-Hasyr ayat 18:

“Wahai Orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Hasyr: 18)

Dalam ayat tersebut berisikan dua perintah; pertama, bertakwa kepada Allah; kedua, perintah untuk memperhatikan hal-hal yang telah dilakukan, yaitu evaluasi diri. Maka dari ayat tersebut kita bisa mengambil ibrah bahwa hidup kita semuanya bernilai ibadah baik ibadah mahdah maupun ibadah gairu mahdah. Selain itu, semua perbuatan yang telah kita lakukan pasti kelak akan dimintai pertanggungjawaban.

Pada kesempatan ini Ustadz Anhar fokus membahas beberapa ayat al-Qur’an. Dimulai dengan surat al-Mukminun ayat pertama.

“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman.” (QS. al-Mukminun: 1)

Ustaz Anhar menjelaskan kata “Falah” dalam ayat pertama QS. al-Mukminun tersebut memiliki beberapa makna diantaranya “beruntung dan kemenangan”. Kata “petani” dalam dalam bahasa Arab, yaitu “fallah” juga berakar dari falah, sehingga makna dari petani itu adalah orang-orang yang beruntung karena serius dan berani untuk melawan rasa malas.

Kemudian, kata “Mukmin” dalam ayat tersebut merupakan bentuk dari isim fa’il, yaitu menunjukkan subjek (pelaku). Mukmin berarti orang yang senantiasa melaksanakan keimanannya atau syariat yang diimaninya tidak hanya dalam hati, tetapi direalisasikan dalam bentuk perbuatan nyata.

Selanjutnya Ustaz Anhar menyampaikan ciri-ciri Mukmin yang baik. Mukmin yang baik memiliki beberapa ciri; pertama, ini didasarkan pada QS. al-Mukminun ayat 2 yaitu orang-orang yang senantiasa melaksanakan salat secara khusyuk (sungguh-sungguh). Salat merupakan pondasi (tiang) agama. Barangsiapa yang menegakkannya, maka berarti dia telah menegakkan agama ini, dan barangsiapa yang meninggalkan salat maka berarti dia telah merubuhkan agama ini.

Adapun makna “khusyuk” dalam ayat tersebut bermakna tunduk, merendahkan diri, serta ketundukan hati dalam menjalankan segala perintah Allah. Salat sesungguhnya berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, yaitu orang-orang yang tunduk hatinya. Ini sesuai dengan apa yang terkandung dalam QS. al-Baqarah ayat 45. Khusyu’ ini harus ada dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Adapun Manfaat dari salat khusyu’ di antaranya adalah mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, sebagaimana firman Allah swt dalam QS. al-Ankabut: 45.

Berkaitan dengan salat pun dalam al-Qur’an ada yang mereka salat namun celaka. Siapa mereka yang menunaikan salat tapi celaka itu? mereka adalah orang-orang yang “sahun (lalai)” –QS. al-Ma’un ayat 4-5—. Arti “lalai” dalam ayat ada dua; lalai secara waktu pelaksanaan; dan lalai secara pelaksanaannya.

Kedua, ciri-ciri Mukmin yang baik selanjutnya itu ada di QS. al-Mukminun ayat 3, yaitu orang-orang yang dapat menjauhkan diri dari “lagwuw” atau sesuatu yang tidak bermanfaat untuk kehidupannya di dunia dan di akhirat. Dari ayat ini kita diperintahkan untuk mengisi waktu-waktu dengan sesuatu yang efektif dan bermanfaat.

Terakhir, ustaz Anhar menyampaikan bahwa di antara sikap orang Mukmin adalah selalu optimis. Optimis terhadap rahmat Allah swt dan optimis ketika banyak dosa pun yakin Allah akan senantiasa mengampuni dosa-dosanya. Maka, kita diperintahkan oleh Allah untuk bertaubat dengan taubat yang sebenar-benarnya. Hal ini didasarkan pada QS. at-Tahrim ayat 8.

Adapun syarat-syarat taubat diterima itu ada lima; pertama, mengakui segala dosa yang pernah dilakukan; kedua, menyesalinya; ketiga, memohon ampun kepada Allah dam yakin Allah pasti menerima taubatnya; keempat, berazam atau bertekad untuk tidak mengulangi dosa-dosa yang telah dilakukan; kelima, perbanyak ibadah dan amal shaleh. (Ahmad)