Menggali Kekhususan Umat Nabi Muhammad SAW dalam Kajian Rutin Ahad Pagi

Yogyakarta, 7 September 2025 – Kajian rutin Ahad pagi kembali digelar dengan menghadirkan Ustaz H. Hendra Darmawan, S.Pd., M.A. sebagai pemateri utama. Pada kesempatan kali ini, kajian difokuskan pada pembahasan tentang kekhususan umat Nabi Muhammad SAW yang dirujuk dari karya Drs. H. Ismail Thoib, seorang ulama Muhammadiyah asal Aceh. Jalannya kajian dipandu oleh moderator Awhinarto, M.Pd., sehingga suasana diskusi menjadi semakin hidup dan terarah.

Kajian Ahad pagi kali ini membahas tentang kekhususan umat Nabi Muhammad SAW. Allah telah memberikan keringanan bagi umat ini sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-A’raf: 157:

وَيَضَعُ عَنْهُمْ اِصْرَهُمْ وَالْاَغْلٰلَ الَّتِيْ كَانَتْ عَلَيْهِمْۗ
“Allah membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.”

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah tidak membebani umat Nabi Muhammad di luar kemampuan mereka. Pada umat terdahulu, pakaian yang terkena najis harus dipotong, sementara umat Nabi Muhammad cukup dengan dialiri air. Dulu tidak diperbolehkan makan bersama wanita haid, sedangkan umat Nabi Muhammad diperbolehkan kecuali bersenggama. Bahkan taubat pada umat sebelum Islam harus dengan mengorbankan diri, sementara bagi umat Nabi Muhammad cukup dengan doa dan taubat yang tulus. Dijelaskan pula perbedaan antara at-taubah, yaitu kembali kepada Allah meskipun kadang masih mengulang kesalahan, dan an-naubah, yaitu taubat sejati yang berpindah dari kesalahan tanpa mengulanginya lagi.

Islam juga datang dengan prinsip kemudahan. Rasulullah SAW bersabda: “Yassirū wa lā tu‘assirū, basshirū wa lā tunaffirū” yang berarti “mudahkanlah, jangan persulit; beri kabar gembira, jangan membuat orang lari.” Contoh nyata adalah dalam ibadah shalat, seseorang yang tidak mampu berdiri boleh shalat dengan duduk, dan bila tidak mampu duduk boleh berbaring. Bahkan dalam pelaksanaan haji pun terdapat kemudahan, seperti istilah murūr yang muncul dalam fatwa haji tahun 2025.

Kemuliaan umat Nabi Muhammad juga terlihat dalam rahmat khusus dari Allah sebagaimana ditegaskan dalam QS. Fathir: 32:

ثُمَّ اَوْرَثْنَا الْكِتٰبَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَاۚ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهٖۚ وَمِنْهُمْ مُّقْتَصِدٌۚ وَمِنْهُمْ سَابِقٌۢ بِالْخَيْرٰتِ بِاِذْنِ اللّٰهِۗ ذٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيْرُۗ ۝٣٢
“Kemudian, Kitab Suci itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. Lalu, di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan, dan ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Itulah karunia yang besar.”

Dari ayat ini dijelaskan tiga golongan umat. Pertama, mereka yang menzalimi diri sendiri, yaitu lalai dalam amal tetapi tetap berpeluang masuk surga dengan syafaat Nabi Muhammad SAW. Kedua, mereka yang pertengahan (muqtasid), yaitu melaksanakan kewajiban namun juga masih melakukan perkara makruh, dan mereka akan masuk surga dengan rahmat Allah. Ketiga, mereka yang bersegera dalam kebaikan (sābiqūn bil-khairāt), yakni orang yang melaksanakan kewajiban sekaligus sunnah, dan mereka akan masuk surga tanpa hisab sebagaimana riwayat Ibnu Abbas. Disebutkan pula doa syair Abu Nawas yang penuh kerendahan hati dalam mengakui dosa, yang menunjukkan ketergantungan hamba kepada rahmat Allah.

Allah juga menegaskan bahwa umat Nabi Muhammad adalah umat yang adil dan pilihan, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah: 143:

وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَآءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًاۗ
“Dan demikianlah Kami jadikan kamu umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas manusia, dan agar Rasul menjadi saksi atas kamu…”

Menurut Tafsir At-Tanwir (Muhammadiyah), umat adalah kumpulan orang yang dihimpun dalam ikatan agama, sementara ummatan wasathan berarti umat yang adil sekaligus pilihan. Umat Islam mendapatkan pedoman berupa Qur’an dan hadis untuk membedakan antara haq dan bathil. Adil di sini bermakna keseimbangan antara dunia dan akhirat, sebagaimana doa rabbana ātinā fid-dunyā hasanah wa fil-ākhirati hasanah. Selain itu, umat Nabi Muhammad juga mendapat pintu surga khusus, yaitu Ar-Rayyan, yang disediakan bagi orang-orang yang rajin berpuasa.

Sebagai penutup, disampaikan bahwa melalui majelis seperti ini semoga umat semakin meningkatkan literasi tentang sirah Nabi Muhammad SAW. Beberapa rujukan yang bisa dipelajari antara lain Sejarah Hidup Muhammad karya Muhammad Husain Haekal, Ar-Raḥīq al-Makhtūm karya Syekh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Hakadza Kāna Muhammad SAW, serta Sejarah Nabi Muhammad SAW karya Quraish Shihab. Kecintaan kepada Rasulullah SAW bukan hanya diwujudkan dengan shalawat, melainkan juga dengan menghidupkan dakwah beliau dalam kehidupan sehari-hari.