Memaknai Toleransi Dalam Konteks Kebhinekaan Umat

60

Ketika ada orang yang bekoar-koar menyerukan toleransi dan mengajarkan toleransi kepada umat muslim, sebenarnya mereka belum mengetahui bahwasanya umat Muslim telah diajarkan kehidupan yang bertoleransi (Tasamuh) sejak 14 abad yang lalu, ketika Rasulullah Muhammad SAW diutus di muka bumi ini.

Islam merupakan agama yang mengakui dan menghargai adanya perbedaan dan keragaman. Allah SWT telah menetapkan hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat didalam Al-Qur’an, diantaranya QS. Al-Hujurat : 13 sebagaimana disebutkan diatas.

Bukan saja keragaman umat manusia, bahkan sesungguhnya didalam diri masing-masing setiap orang juga sudah terdapat keragaman, sebagai bukti dan tanda kekuasaan Allah SWT. Disebutkan dalam QS. Ar-Rum : 22, bahwasanya diantara tanda-tanda kekuasaan Allah adalah, bahwasanya Dia telah menciptakan langit dan bumi, perbedaan bahasa serta warna kulit manusia. Lebih dari itu, semua manusia yang menghuni bumi ini, baik yang telah meninggal atau yang masih hidup sekarang ini, mereka semua memiliki sidik jari yang berbeda-beda satu sama lain, tidak lain ini semua juga telah dijelaskan didalam al-Qur’an. Lihat QS. Al-Qiyamah : 3-4, disebutkan bahwa kelak Allah akan menyusun kembali ujung jari-jari manusia dengan sempurna.

Keragaman umat manusia termasuk didalamnya agama, adat istiadat, golongan, suku, budaya dan sebagainya ini, jika dijaga dengan baik tanpa ada gesekan satu sama lain maka akan menyebabkan kehidupan yang indah dan dinamis, sebagaimana pelangi yang memiliki warna berbeda-beda.

Kata lita’arofuu dalam QS. Al-Hujurat : 13 diatas dapat memberikan hikmah pelajaran kepada kita, diantaranya :

  1. Mengajarkan kepada kita untuk mengakui, menghargai, mengetahui dan memahami adanya perbedaan.
  2. Agar manusia saling menjalin relasi yang baik satu sama lain
  3. Mengajarkan kepada kita untuk bersikap terbuka kepada siapapun.

Akan tetapi perlu diperhatikan, sebagai umat muslim, dalam menjalin hubungan dengan orang lain -diluar ideologi Islam- tetap harus sesuai bimbingan Allah SWT. Disebutkan dalam QS. Al-Mumtahanah : 8-9, bahwa syarat menjalin hubungan yang baik dengan mereka adalah :

  1. Selama mereka tidak memerangi kita dan membenci, mencaci atau menistakan agama Islam.
  2. Selama mereka tidak mengusir kita dari kampung halaman. Kata mengusir disini dapat dipahami juga sebagai perbuatan mereka yang mengasingkan kita atau keberadaan kita tidak dianggap, meski dalam daerah atau lingkungan yang sama.

Disebutkan pula dalam QS. Al-Kafirun : 6 yang artinya “bagimu agamamu dan bagiku agamaku,”. Ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa dalam hal aqidah dan ibadah tidak dikenal istilah toleransi, tidak ada tawar menawar. Hal ini adalah sikap yang tegas. Ketika ada kejadian umat muslim yang dipaksa memakai aksesoris peribadatan umat agama lain karena tuntutan pekerjaan, atau dengan dalih toleransi kemudian diselenggarakan pengajian, shalawat dan adzan di rumah ibadah umat lain atau ajakan mengucapkan selamat hari raya kepada umat agama lain. Semua ini diluar makna toleransi, justru mereka yang menuntut hal-hal demikian, sejatinya mereka yang tidak memiliki sikap toleran kepada umat muslim.

Demikianlah sifat orang-orang muslim, berbuat baik dan adil kepada sesama manusia, jangankan merusak tempat ibadah umat agama lain, menghina sesembahan mereka juga tidak diperbolehkan. Hal ini menunjukan bahwa sesungguhnya orang Islam itu layaknya lebah.

Tempat tujuan lebah adalah sesuatu yang baik, yakni bunga. Bahkan ia hanya memilih satu jenis bunga sebagai makanannya, tidak merampas bunga yang lain. Apa yang dikeluarkan adalah madu. Dimanapun hinggap, ia tidak menyebabkan patahnya ranting ataupun jatuhnya sehelai daun sekalipun. Lebah juga dikenal sebagai hewan yang menjaga kehormatan dirinya, jika sewaktu-waktu diganggu dan disakiti, maka ia akan melawan dan mempertahankan kehormatannya itu meski dirinya harus mati.

Apa yang dimakan orang Muslim adalah sesuatu yang halal lagi baik, apapun yang dikeluarkan adalah sesuatu yang baik, tidak membuat kerusakan dimanapun berada serta menjaga kehormatan dan harga diri.

Jangan sekali-kali mengganggu kehormatan dan aqidah umat muslim, sebab pilihan umat muslim itu hanyalah hidup mulia atau mati syahid. Wallahu a’lam. (Mas DF)

Materi disampaikan oleh: Dr. H. Ustadzi Hamzah, MA. pada Kajian Rutin Ahad Pagi Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (Ahad, 26 Februari 2017) dan dirangkum oleh: Diyan Faturahman [Tim Sayyidun PERSADA UAD]