Sikap Seorang Muslim dalam Menyambut bulan Ramadhan

Oleh Dr. Kasiyarno, M.Hum

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah/2: 183).

            Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan limpahan rahmat, barokah dan ampunanNya, sehingga kaum muslimin banyak yang merindukan untuk berjumpa dengan bulan suci ini. Tentunya, berjumpa kembali dalam keadaan yang baik dan mampu beramal saleh secara maksimal dengan penuh ketakwaan kepada Allah Ta’ala.

Dalam masyarakat sering dijumpai doa yang banyak diucapkan menjelang bulan Ramadhan.

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

“Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadlan”

            Mereka meyakini bahwa doa tersebut diajarkan oleh Rasulullah. Padahal, para ahli hadis menilai kualitas sanadnya lemah. Meski begitu, tidak menjadi masalah ketika hendak membacanya/mengamalkannya, selama tidak diyakini bahwa perkataan itu benar-benar bersumber dari Nabi Muhammad SAW.

            Ketika dicermati, doa tersebut memiliki makna yang sangat bagus. Berisi permohonan agar Allah memberikan umur panjang, sehingga dapat bertemu dengan bulan Ramadhan serta beribadah di bulan tersebut. Di antara makna yang dapat diambil dari untaian doa tersebut ialah:

  1. Dianjurkan untuk berdoa agar diberikan umur panjang.

Dengan catatan ada niat untuk berbuat baik dan memperbaiki diri. Berjanji kepada Allah, jika diberi umur panjang maka akan berbuat lebih baik, beramal lebih banyak, memperbaiki akhlak, dan sebagainya. Harus diniati dengan tulus, agar diberikan kesempatan memperbaiki diri dan mempersiapkan menjadi orang yang lebih baik.

  • Doa tersebut juga bermakna agar bisa berjumpa dengan bulan Ramadhan.

Mengapa berjumpa kembali dengan bulan Ramadhan menjadi impian setiap muslim? Karena bulan tersebut istimewa, penuh dengan rahmat, barokah dan ampunan. Dan kaum muslimin memiliki kesempatan untuk dapat meraih keistimewaan itu, jika mereka mau mengerjakan puasa dengan penuh keimanan dan ketakwaan.

            Di bulan Ramadhan setiap muslim bisa mendulang pahala yang luar biasa banyaknya. Sebab, semua amal ibadah hingga amalan sunnah sekalipun, balasan kebaikannya akan dilipatgandakan. Manakala setiap muslim tahu betapa banyak pahala yang ada di dalamnya, maka mereka berharap agar sleuruh tahun menjadi bulan Ramadhan. Di bulan tersebut setiap muslim diwajibkan untuk berpuasa. Dan puasa itu sendiri dapat dimaknai menjadi dua hal, yakni secara syar’i dan secara hakikat.

            Puasa secara syar’i merupakan pembelajran untuk menahan diri dri berbagi perkaran yang membatalkan puasa, seperti makan minum, berhubungan badan di saing hari dan hal lain yang dapat membatalkan puasa. Itulah tarbiyah dalam bulan ramadhan. Adapun, puasa secara hakikat dapat dimaknai dalam rangka mensucikan diri dan jiwa. Sehingga, jiwa menjadi suci, oleh karenanya bukan sekedar menjadi muslim/ mukmin, akan tetapi juga memiliki takaran tertinggi, yakni takwa kepada Allah/ memiliki predikat muttakin.

            Orang bertakwa memiliki jiwa yang suci, memiliki kemampuan kesadaran yang tinggi dalam hal menunaikan kewajiban, ketaatan dan perintah Allah Ta’ala serta dalam menghindari larangan-laranganNya. Tentu, untuk mensucikan diri/ jiwa, maka diperlukan bibit/ benih yang bagus. Jiwa bisa disucikan jika inputnya baik, sehingga jiwa dapat menjadi tumbuh subur. Perlu diketahui, bahwa input tersebut dapat berupa input negatif dan input positif. Asupan positif, pola pikir, ucapan, perbuatan dan perilaku yang bagus, baik dalam rangka memperbaiki diri, berbaik kepada lingkungan, didasarkan pada rasa kasih sayang, kecintaan, menghindarkan diri dari rasa iri, dengki dan dendam. Maka yang tumbuh dari benih yang positif itu mampu mensucikan jiwa seseorang.

            Namun, jika yang mengisi jiwa adalah input negatif, maka hasil pertumbuhan jiwa juga negatif. Sehingga, sarana yang diberikan Allah dalam bentuk puasa Ramadhan merupakan suatu media yang dapat mengendalikan jiwa untuk menjauhkan diri dari input-input negatif tersebut. Dengan demikian, input positiflah yang kemudian diserap, sehingga benar-benar dapat mensucikan diri sampai mencapai derajat takwa.

            Namun, semua itu tergantung pada diri masing-masing orang. Kalau melihat buku Tasauf Modern Hamka, diceritakan bahwa pada suatu ketika Raja Iskandar Zulkarnain memberangkatkan pasukan untuk menaklukan suatu daerah di pagi hari. Pesan beliau kepada pasukan ialah: “nanti malam kita akan menyebrang sungai, maka ambillah apa yang diinjak dalam sungai itu”. Ketika malam tiba, ada tiga kelompok pasukan yang diberangkatkan Iskandar. Pasukan pertama melintasi sungai dan tidak mengambil apapun, karena mereka berpikiran bahwa apa yang ada di dalam sungai tersebut hanyalah batu. Mengambil batu sama dengan mempersulit perjalanan, pikirnya.

            Pasukan kedua melintas, mereka hanya mengambil apa yang diinjak ala kadarnya, yang penting sudah memenuhi perintah raja. Adapun, pasukan ketiga melintas, kemudian mengmbil sebanyak-banyaknya apapun yang diinjak, sehingga mereka merasa keberatan dan kewalahan dalam mlanjutkan perjalann menuju lokasi.

            Setelah tiba di suatu tempat, sang Raja bertanya kepada para pasukan. Mereka diminta menunjukan apa yang diperoleh. Ternyata apa yang mereka injak di sungai tadi ialah intan berlian. Sehingga pasukan pertama merasa kecewa, pasukan kedua cukup senang, tapi menyesal. Adapun pasukan ketiga sangat berbahagia, karena mereka taat kepada perintah Raja.

            Ketika disinkronkan dengan perjalanan masuk ke bulan Ramadhan, maka sama saja memiliki setiap muslim memiliki tiga pilihan. Pertama, ada yang masa bodoh, ngapain bangun malam sekedar makan sahur. Kedua, masuk bulan Ramadhan yang penting puasa, sahur ikut sahur, yang penting sahur, puasa tapi belum sepenuhnya. Ucapan masih melukai hati orang lain, mata masih melihat yang buruk-buruk, telinga, tangan dan sebagainya tidak dijaga. Ikut arus saja, karena budayanya begitu. Ketiga, mereka yang masuk Ramadhan dengan sungguh-sungguh penuh keimanan dan ketakwaan.

            Berpuasa secara sepenuhnya, bukan hanya menahan lapar dahaga dan yang membatalkan puasa, tapi juga menjaga perkataan, perbuatan, memperbanyak amal, ibadah, zikir, berbuat baik kepada orang lain, benar-benar siap serta niat sepenuhnya untuk beribadah menggapai keridhoannya. Tentu kelompok terakhir tersebut yang dikatakan sukses dalam masuk bulan Ramadhan, sesuai harapan dan tujuan orang berpuasa, yakni meningkatkan harkat martabat mnjadi seorang mutakin, patuh kepada Allah, melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan, maka sudah sepantasnya untuk memanfaatkan momentum Ramadhan dalam melakukan perubahan, perilaku dan karakter.