Puasa Melatih Menjadi Pribadi yang Ikhlas
oleh Fajar Rachmadani, Lc. MA.
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا ٱلزَّكَوٰةَ ج وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas/ memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus” (QS. Al-Bayinah/98 :5)
Salah satu pendidikan Ramadhan ialah untuk membentuk setiap muslim menjadi pribadi yang mukhlisin, yaitu seorang muslim yang benar-benar ikhlas kepada Allah SWT. Itulah sebabnya Allah dan Rasul-Nya tidak pernah menjelaskan besarnya pahala yang akan diberikan kepada orang-orang yang berpuasa secara eksplisit.
Ketika melihat beberapa ibadah yang lain seperti salat, Rasulullah SAW menjelaskan besarnya pahala yang akan diberikan untuk mereka yang melakasanakan ibadah salat secara berjamaah, صَلاَةُ الجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلاَةَ الفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً, salat yang dilakukan secara berjamaah itu lebih baik 27 derajat daripada salat yang dilakukan sendirian. Adapun dalam riwayat lain sebanyak 25 derajat.
Selain itu, Rasulullah juga menerangkan besaran pahala ketika membaca al-Quran, dalam hadisnya: مَنْ قَرَأَحَرْفًامِنْ كِتَــابِ اللّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالحَسَنَةُ بِعشْرِأمْثـَـالِها, barangsiapa membaca satu huruf dari al-Quran, maka baginya mendapat satu kebaikan. Sedangkan satu kebaikan dibalas pahala sepuluh kali lipat seumpamanya. Dalam perkara tersebut, Rasulullah menjelaskan detilnya pahala yang akan Allah berikan kepada mereka. Bahkan dalam ibadah sedekah, Allah SWT menjelaskan di dalam al-Quran:
مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَاءُ ۗ … Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki (QS. Al-Baqarah/2: 261).
Demikianlah ibadah seperti salat, membaca al-Quran hingga bersedekah telah dijelaskan dengan sangat detil besaran pahala atau balasan kabaikan atas ibadah tersebut. Adapun ibadah puasa, Rasulullah SAW justru tidak menjelaskan berapa banyaknya pahala yang akan diperoleh, dalam hadis kudsi disebutkan: …كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ Semua amal perbuatan anak Adam untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku (Allah) dan Aku-lah yang akan membalasnya.
Maka puasa tersebut melatih setiap muslim untuk menjadi pribadi yang ikhlas. Jika ibadah yang lain itu dapat diketahui atau ditampakkan kepada orang lain, sehingga potensi terjadinya riya’/ sum’ah sangat besar, lain halnya dengan ibadah puasa, yang hanya dapat diketahui oleh hamba tersebut dan Allah SWT saja.
Imam Ibnul Qayim al-Jauziyah dalam kitabnya al-fawaid, mendefinisikan tentang ikhlas. الإِخْلاَصُ أَنْ لَّا تَطْلُبَ عَلَى عَمَلِكَ شَاهِدًا غَيْرُ اللهِ وَلَا مُجَازِيًا سِوَاهُ, ikhlas adalah ketika engkau tidak mengharapkan seseorang melihat apa yang engkau kerjakan kecuali Allah, dan ketika seseorang berbuat suatu kebaikan dan ia tidak berharap kepada orang lain agar mereka mengapresiasi apa yang dikerjakannya kecuali Allah SWT. Dengan kata lain, ikhlas ialah seseorang yang beramal bukan karena manusia, tetapi semata-mata hanya untuk Allah SWT.
Banyak orang yang memberikan satu analogi yang indah untuk menjelaskan makna ikhlas tersebut. Seperti apa yang akan dijelaskan di bawah ini:
Ketika ada secangkir kopi ditambahkan dengan gula, kemudian diminum oleh seseorang, maka komentar mereka ialah, “sedapnya kopi ini…,” padahal yang menyebabkan sedap tidak lain ialah karena ada gula di dalamnya. Ketika ada secangkir teh yang ditambahkan gula, kemudian diminum oleh seseorang, maka komentarnya ialah, “sungguh manisnya teh ini…,” dan tidak ada yang mengatakan, “sungguh manisnya gula ini…,” dan mereka akan menyebut zat lain, bukan gula yang disebutkan.Ketika seseorang makan roti yang diberikan gula padanya, maka sekali lagi gula tidak disebutkan, bahwa ia yang telah menyebabkan kopi, teh dan roti menjadi sedap dan manis.
Namun, ketika ada seseorang terkena penyakit diabetes/ penyakit gula maka yang disalahkan ialah bukan kopi, teh atau rotinya, melainkan yang disebut ialah gula. Begitulah dalam kehidupan sehari-hari, bahwa tidak selamanya kebaikan yang ditanam akan berbuah apresiasi, pujian dan sanjungan dari orang lain. Maka sudah selayaknya sebagai manusia mesti banyak belajar kepada mahluk Allah yang bernama gula itu, guna menumbuhkan rasa keikhlasan di dalam dirinya. Sehingga segala perbuatan, tingkah laku dan amal ibadah apapun dilakukan hanya karena Allah SWT semata.
Selain itu perlu juga belajar dari mahluk Allah yang lain, yaitu akar. Akar merupakan sesuatu yang sangat penting agar pohon dapat tumbuh kokoh dan rindang, ia berusaha untuk masuk menembus ke dalam tanah bahkan bebatuan hanya untuk mendapatkan air. Di mana air tersebut semata-mata untuk keperluan batang pohon yang dengannya tumbuh bunga, bebuahan dan dedaunan yang rindang untuk menampakkan eloknya di dunia, yang kemudian manusia melihat lantas mengatakan, “sungguh, betapa indahnya pohon itu…”. Sementara akar tidak pernah iri, meski tidak pernah disebut.
Bulan puasa memberikan pelajaran untuk membentuk setiap muslim menjadi pribadi yang mukhlis. Maka seorang mahasiswa/ pelajar, ketika mereka sudah mati-matian belajar menghadapi ujian, kemudian hasil yang mereka dapatkan mungkin mengecewakan serta tidak sesuai harapan, maka sesungguhnya yang demikian itu ialah ujian keikhlasan, ‘apakah mereka telah benar-benar ikhlas dalam belajar dan apa yang dipelajari?’ Ketika seorang guru, dosen, karyawan yang mendapat suatu hasil yang tidak sesuai dengan keinginannya, maka di situlah letak ujian keikhlasan tersebut. Ketika seseorang berbuat secara totalitas untuk mempersembahkan sesuatu untuk orang lain, tetapi tidak mendapat sanjungan dan apresiasi, maka ketahuilah bahwa yang demikian itu ialah ujian keikhlasan.
Oleh karena itu, jadikanlah momentum Ramadhan untuk menempa dan melatih drii agar menjadi pribadi takwa dan juga senantiasa berbuat ikhlas kepada Allah SWT, sehingga amal baik apapun yang dikerjakan benar-benar diterima oleh Allah, kemudian menjadi pemberat timbangan kebaikan di hari Akhir kelak.