Menggali Kekhususan Umat Nabi Muhammad SAW dalam Kajian Rutin Ahad Pagi

Yogyakarta, 7 September 2025 – Kajian rutin Ahad pagi kembali digelar dengan menghadirkan Ustaz H. Hendra Darmawan, S.Pd., M.A. sebagai pemateri utama. Pada kesempatan kali ini, kajian difokuskan pada pembahasan tentang kekhususan umat Nabi Muhammad SAW yang dirujuk dari karya Drs. H. Ismail Thoib, seorang ulama Muhammadiyah asal Aceh. Jalannya kajian dipandu oleh moderator Awhinarto, M.Pd., sehingga suasana diskusi menjadi semakin hidup dan terarah.

Kajian Ahad pagi kali ini membahas tentang kekhususan umat Nabi Muhammad SAW. Allah telah memberikan keringanan bagi umat ini sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-A’raf: 157:

وَيَضَعُ عَنْهُمْ اِصْرَهُمْ وَالْاَغْلٰلَ الَّتِيْ كَانَتْ عَلَيْهِمْۗ
“Allah membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.”

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah tidak membebani umat Nabi Muhammad di luar kemampuan mereka. Pada umat terdahulu, pakaian yang terkena najis harus dipotong, sementara umat Nabi Muhammad cukup dengan dialiri air. Dulu tidak diperbolehkan makan bersama wanita haid, sedangkan umat Nabi Muhammad diperbolehkan kecuali bersenggama. Bahkan taubat pada umat sebelum Islam harus dengan mengorbankan diri, sementara bagi umat Nabi Muhammad cukup dengan doa dan taubat yang tulus. Dijelaskan pula perbedaan antara at-taubah, yaitu kembali kepada Allah meskipun kadang masih mengulang kesalahan, dan an-naubah, yaitu taubat sejati yang berpindah dari kesalahan tanpa mengulanginya lagi.

Islam juga datang dengan prinsip kemudahan. Rasulullah SAW bersabda: “Yassirū wa lā tu‘assirū, basshirū wa lā tunaffirū” yang berarti “mudahkanlah, jangan persulit; beri kabar gembira, jangan membuat orang lari.” Contoh nyata adalah dalam ibadah shalat, seseorang yang tidak mampu berdiri boleh shalat dengan duduk, dan bila tidak mampu duduk boleh berbaring. Bahkan dalam pelaksanaan haji pun terdapat kemudahan, seperti istilah murūr yang muncul dalam fatwa haji tahun 2025.

Kemuliaan umat Nabi Muhammad juga terlihat dalam rahmat khusus dari Allah sebagaimana ditegaskan dalam QS. Fathir: 32:

ثُمَّ اَوْرَثْنَا الْكِتٰبَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَاۚ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهٖۚ وَمِنْهُمْ مُّقْتَصِدٌۚ وَمِنْهُمْ سَابِقٌۢ بِالْخَيْرٰتِ بِاِذْنِ اللّٰهِۗ ذٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيْرُۗ ۝٣٢
“Kemudian, Kitab Suci itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. Lalu, di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan, dan ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Itulah karunia yang besar.”

Dari ayat ini dijelaskan tiga golongan umat. Pertama, mereka yang menzalimi diri sendiri, yaitu lalai dalam amal tetapi tetap berpeluang masuk surga dengan syafaat Nabi Muhammad SAW. Kedua, mereka yang pertengahan (muqtasid), yaitu melaksanakan kewajiban namun juga masih melakukan perkara makruh, dan mereka akan masuk surga dengan rahmat Allah. Ketiga, mereka yang bersegera dalam kebaikan (sābiqūn bil-khairāt), yakni orang yang melaksanakan kewajiban sekaligus sunnah, dan mereka akan masuk surga tanpa hisab sebagaimana riwayat Ibnu Abbas. Disebutkan pula doa syair Abu Nawas yang penuh kerendahan hati dalam mengakui dosa, yang menunjukkan ketergantungan hamba kepada rahmat Allah.

Allah juga menegaskan bahwa umat Nabi Muhammad adalah umat yang adil dan pilihan, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah: 143:

وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَآءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًاۗ
“Dan demikianlah Kami jadikan kamu umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas manusia, dan agar Rasul menjadi saksi atas kamu…”

Menurut Tafsir At-Tanwir (Muhammadiyah), umat adalah kumpulan orang yang dihimpun dalam ikatan agama, sementara ummatan wasathan berarti umat yang adil sekaligus pilihan. Umat Islam mendapatkan pedoman berupa Qur’an dan hadis untuk membedakan antara haq dan bathil. Adil di sini bermakna keseimbangan antara dunia dan akhirat, sebagaimana doa rabbana ātinā fid-dunyā hasanah wa fil-ākhirati hasanah. Selain itu, umat Nabi Muhammad juga mendapat pintu surga khusus, yaitu Ar-Rayyan, yang disediakan bagi orang-orang yang rajin berpuasa.

Sebagai penutup, disampaikan bahwa melalui majelis seperti ini semoga umat semakin meningkatkan literasi tentang sirah Nabi Muhammad SAW. Beberapa rujukan yang bisa dipelajari antara lain Sejarah Hidup Muhammad karya Muhammad Husain Haekal, Ar-Raḥīq al-Makhtūm karya Syekh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Hakadza Kāna Muhammad SAW, serta Sejarah Nabi Muhammad SAW karya Quraish Shihab. Kecintaan kepada Rasulullah SAW bukan hanya diwujudkan dengan shalawat, melainkan juga dengan menghidupkan dakwah beliau dalam kehidupan sehari-hari.

Kajian Ahad Pagi di Masjid Islamic Center UAD: Ust. Yusuf Hanafiah Ingatkan Pentingnya Mensyukuri Nikmat yang Sering Dilupakan

Yogyakarta, 24 Agustus 2025 — Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) kembali menggelar kajian rutin Ahad pagi pada 1 Rabiulawal 1447 H / 24 Agustus 2025 M, dengan menghadirkan Ustaz Yusuf Hanafiah, M.Pd.I dari Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY. Kajian kali ini mengangkat tema penting seputar “Nikmat yang Sering Dilupakan”.

Acara yang dimoderatori oleh Diyan Faturahman, S.Ag., M.Pd. ini dihadiri oleh jamaah dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa hingga masyarakat umum. Ustaz Yusuf dalam ceramahnya mengajak jamaah untuk merenungi nikmat-nikmat Allah SWT yang sering dianggap remeh atau bahkan terlupakan.

“Banyak di antara kita yang baru menyadari besarnya nikmat Allah saat nikmat itu dicabut. Seperti nikmat sehat, waktu luang, dan usia panjang, ketiganya kerap kali luput dari rasa syukur,” ujar beliau di hadapan jamaah.

Dalam penjelasannya, Ustaz Yusuf menyampaikan bahwa nikmat sehat merupakan nikmat pertama yang sering disepelekan. Ia menegaskan bahwa sehat tidak hanya jasmani, tetapi juga mental dan rohani. Nikmat kedua adalah panjang umur, yang menurutnya harus digunakan untuk memperbanyak amal. Sedangkan nikmat ketiga adalah waktu luang, yang seharusnya dimanfaatkan untuk hal-hal positif, salah satunya menghadiri majelis ilmu seperti kajian ini.

Beliau mengutip QS An-Nahl ayat 18 sebagai pengingat bahwa nikmat Allah tidak akan mampu dihitung oleh manusia:

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.”

Ustaz Yusuf juga memberikan ilustrasi tentang nikmat bernafas. Jika setiap nafas dikenai biaya Rp1, maka selama 83 tahun, total nilai nikmat tersebut bisa mencapai lebih dari satu miliar rupiah. Hal ini, menurutnya, menjadi bukti bahwa nikmat Allah sangat besar dan tidak ternilai.

Selain tiga nikmat umum tersebut, beliau menekankan pentingnya menyadari dan mensyukuri nikmat iman, yang dianggap sebagai nikmat paling istimewa dan bersifat khusus.

“Nikmat iman bukan nikmat materi yang bisa diraih dengan usaha semata. Ini adalah petunjuk dari Allah yang tidak diberikan kepada semua orang,” jelasnya.

Sebagai penguat, ia menyitir QS Al-Qasas ayat 56 tentang hidayah yang berada di tangan Allah, meskipun seseorang mencintai orang terdekatnya, tidak bisa menjamin hidayah akan sampai kepadanya — sebagaimana kisah Nabi Muhammad ﷺ dengan pamannya, Abu Thalib.

Di akhir kajian, Ustaz Yusuf mengutip pendapat Ibnu Taimiyyah mengenai tiga bentuk syukur:

  1. Dengan hati – menyadari bahwa semua nikmat datang dari Allah.
  2. Dengan lisan – memperbanyak ucapan syukur seperti Alhamdulillah.
  3. Dengan anggota tubuh – menggunakan nikmat untuk beramal saleh dan taat kepada Allah.

Tak lupa, beliau mengingatkan bahwa iman bisa naik dan turun, sehingga harus selalu dijaga dengan ketaatan dan amal ibadah.

Kajian yang berlangsung khidmat ini diakhiri dengan doa bersama, dan diharapkan menjadi pengingat bagi jamaah untuk lebih menghargai dan mensyukuri nikmat-nikmat Allah dalam kehidupan sehari-hari, baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah. (MA/media IC)

Full Video Kajian

Peran Umat Islam dalam Menghadapi Krisis Lingkungan Global

Yogyakarta – Dalam rangka meningkatkan kesadaran akan pentingnya peran umat Islam dalam menghadapi krisis lingkungan global, Santri Cendekia Forum menggelar kajian bertajuk “Peran Umat Islam Terkait Isu Lingkungan di Kancah Internasional” di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan pada Sabtu malam, 1 Februari 2025. Acara ini menghadirkan Parid Ridwanuddin, seorang aktivis lingkungan, Program Manager GreenFaith Indonesia, dan dosen di Universitas Paramadina sekaligus anggota Bidang Kajian Politik Sumber Daya Alam LHKP (Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, sebagai pemateri utama.

Kajian ini merupakan bagian dari seri kedua Santri Cendekia Forum, setelah sebelumnya sukses menyelenggarakan kajian pertama pada 27 Januari 2025 dengan tema “Islam dan Lingkungan: Perspektif Manhaj Tarjih Muhammadiyah”. Pada kajian kali ini, Parid memaparkan berbagai tantangan lingkungan yang dihadapi umat manusia, khususnya dalam konteks krisis iklim yang semakin mengkhawatirkan.

Krisis Iklim: Ancaman Nyata bagi Umat Manusia

Parid membuka pemaparannya dengan mengutip Surah Ar-Rum ayat 41, yang menyebutkan bahwa kerusakan di darat dan di laut terjadi akibat tangan manusia. “Fasad atau kerusakan yang kita lihat saat ini, seperti banjir, longsor, dan pencemaran. Kerusakan ini tidak terjadi secara terpisah. Ini adalah hasil dari ketidakseimbangan yang disebabkan oleh eksploitasi terhadap alam,” ujarnya.

Acara ini dihadiri berbagai kalangan, termasuk santri, mahasiswa, dan aktivis lingkungan.

Menurut Parid, krisis iklim yang kita hadapi saat ini telah memasuki fase yang disebut sebagai “pendidihan global” (global boiling), di mana suhu bumi terus meningkat akibat emisi gas rumah kaca yang tidak terkendali. Data ilmiah menunjukkan bahwa emisi global terus meningkat, dengan Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Cina sebagai penyumbang terbesar. “Industri militer dan perusahaan-perusahaan besar di sektor energi fosil menjadi kontributor utama emisi ini,” tambahnya.

Parid juga menyoroti dampak krisis iklim di Indonesia, yang tercermin dalam meningkatnya frekuensi bencana alam seperti banjir, longsor, dan kebakaran hutan. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir, lebih dari 40 juta orang di Indonesia terpaksa mengungsi akibat bencana ekologis. “Ini adalah angka yang sangat mengkhawatirkan. Kita harus segera bertindak untuk melawan krisis iklim ini,” tegasnya.

Peran Umat Islam dalam Menghadapi Krisis Lingkungan

Parid menekankan bahwa umat Islam memiliki tanggung jawab moral untuk terlibat aktif dalam upaya pelestarian lingkungan. “Alam dalam Islam dianggap sebagai ayat kauniyah, tanda-tanda kebesaran Allah yang harus dijaga dan dilestarikan. Sayangnya, kesadaran ini sering kali terabaikan dalam kehidupan modern,” ujarnya.

Ia juga menyoroti pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam gerakan lingkungan. “Kita perlu mengembangkan teologi lingkungan yang berbasis pada prinsip keadilan iklim (al-adalah al-munakhiyyah) . Ini adalah tanggung jawab kita sebagai umat Islam untuk memastikan bahwa bumi ini tetap layak huni bagi generasi mendatang,” tambahnya.

Parid menyarankan beberapa langkah konkret yang dapat dilakukan oleh umat Islam, antara lain:
1. Pendidikan yang berbasis pada keadilan iklim: Memasukkan isu keadilan lingkungan dan atau keadilan iklim ke dalam kurikulum pendidikan, baik formal maupun non-formal, untuk menumbuhkan kesadaran kritis sejak dini.
2. Gerakan Lokal: Terlibat aktif dalam gerakan lingkungan, menggalakkan gerakan menanam pohon, mengurangi sampah plastik, dan memanfaatkan sumber daya alam secara bijak, sekaligus membangun kedaulatan pangan.
3. Advokasi Kebijakan: Terlibat dalam proses penyusunan kebijakan yang berpihak pada lingkungan, seperti tata ruang yang adil dan berkelanjutan serta pengurangan emisi karbon.
4. Kolaborasi Lintas Agama: Bekerja sama dengan pemeluk agama lain untuk mengkampanyekan pentingnya menjaga lingkungan hidup.
5. Berdakwah dengan menulis: menulis opini berbasis data yang dipublikasikan di berbagai media.

Kajian ini diakhiri dengan sesi tanya jawab yang interaktif, di mana peserta diajak untuk mendiskusikan lebih lanjut tentang langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Parid menegaskan bahwa upaya pelestarian lingkungan bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau aktivis, melainkan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia.

“Kita harus mulai dari hal-hal kecil, seperti mengurangi penggunaan plastik, menanam pohon, dan mengonsumsi makanan lokal. Semua ini adalah bagian dari upaya kita untuk menjaga bumi sebagai amanah dari Allah,” pungkasnya.

91 orang hadir secara luring dan lebih dari 43 orang mengikuti live streaming di Youtube GreenFaith Indonesia.

Acara ini dihadiri berbagai kalangan, termasuk santri, mahasiswa, dan aktivis lingkungan. 91 orang hadir secara luring dan lebih dari 43 orang mengikuti live streaming di Youtube GreenFaith Indonesia. Diharapkan, kajian ini dapat menjadi langkah awal bagi umat Islam untuk lebih aktif berkontribusi dalam upaya pelestarian lingkungan dan menghadapi krisis iklim global.

====

Narahubung:

Farah Adiba, Media Relation GreenFaith Indonesia, 08112551236

Tentang Kajian Santri Cendekia Forum

Kajian Santri Cendekia Forum adalah wadah diskusi untuk santri dan mahasiswa yang bertujuan membahas isu-isu strategis dari perspektif Islam. Forum ini berkomitmen untuk membangun kesadaran dan aksi nyata dalam menjaga kelestarian bumi sesuai dengan ajaran agama. Santri Cendekia Forum edisi Pengajian Islam dan Lingkungan ini merupakan kerjasama antara Pusat Tarjih Universitas Ahmad Dahlan, Muslims for Shared Action on Climate Impact (MOSAIC), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Fakultas Agama Islam, UAD, dan Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Ilmu Hadis, UAD.

Tentang MOSAIC Indonesia https://mosaic-indonesia.com/

MOSAIC adalah singkatan dari Muslims for Shared Action on Climate Impact atau Kolaborasi Umat Muslim untuk Dampak Perubahan Iklim. Pembentukan MOSAIC Indonesia merupakan salah satu tindak lanjut dari Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari sebagai sebuah wadah komunikasi dan aksi bersama antara berbagai kelompok masyarakat. MOSAIC adalah gerakan kolaboratif yang terdiri dari berbagai kegiatan yang bertujuan untuk memobilisasi umat Indonesia untuk memajukan dekarbonisasi dan keberlanjutan di Indonesia. Dipandu oleh ajaran Islam, gerakan ini melibatkan para pemimpin Islam dan memobilisasi pemuda Muslim untuk bergerak mendukung solusi iklim. Berbagai inisiatif MOSAIC bertujuan untuk menyoroti titik temu antara Islam dan iklim serta memberdayakan umat untuk mendorong aksi iklim di Indonesia.

Tentang Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah https://tarjih.or.id/

Majelis Tarjih dan Tajdid merupakan lembaga ijtihad jama’i (organisatoris) di lingkungan Muhammadiyah yang anggotanya terdiri dari orang-orang yang memiliki kompetisi ushuliyyah dan ilmiah dalam bidangnya masing-masing. Aktivitas intelektual yang menjadi domain tugas Majelis Tarjih dilakukan dengan mengikuti seperangkat panduan manhaj tarjih. Tiga tugas pokok Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, yaitu: pertama, melakukan pengkajian ajaran agama Islam untuk menjadi pedoman baik warga Persyarikatan Muhammadiyah maupun umat Islam. Dalam hal ini Majelis Tarjih telah menyusun sejumlah tuntunan seperti Fikih Air, Fikih Tata Kelola, Fikih Kebencanaan, dan lain-lain. Kedua, melakukan pengkaderan ulama. Ketiga, memberikan fatwa merupakan jembatan antara cita ideal syariah di satu pihak dan realitas kongkret masyarakat di pihak lain.

Tentang GreenFaith Indonesia

Greenfaith Indonesia (GFI) adalah bagian dari GreenFaith, sebuah organisasi lintas agama internasional yang bekerja untuk keadilan iklim di akar rumput, memiliki staf di 13 negara di Afrika, Asia, Eropa dan Amerika. Didirikan pada tahun 1992, GreenFaith bekerja dengan misi untuk membangun gerakan lingkungan dan iklim lintas agama di seluruh dunia dan visi untuk membangun komunitas ekonomi yang tangguh dan peduli yang memenuhi kebutuhan semua orang dan melindungi planet ini. Didirikan pada tahun 2022, GF Indonesia berfokus pada kampanye dan pengembangan kapasitas organisasi lintas agama dan anggota jaringan mereka dalam konteks keadilan energi dan iklim. Kami bergerak melalui pendidikan dan kampanye tentang ajaran multi-agama yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Kami mengapresiasi kegiatan keagamaan di Indonesia yang aktif dalam aksi perubahan iklim. GF secara aktif mengkampanyekan dan memberikan pelatihan terkait keadilan iklim dan membangun jaringan komunitas multi agama untuk perubahan iklim melalui ajaran agama.

Islam dan Lingkungan: Membangun Keharmonisan dengan Alam melalui Perspektif Manhaj Tarjih Muhammadiyah

Yogyakarta – Di tengah isu lingkungan yang semakin mendesak, Islam menawarkan perspektif yang holistik untuk menjaga keberlanjutan bumi. Hal ini dibahas secara mendalam dalam Kajian Santri Cendekia Forum yang bertema “Islam dan Lingkungan – Perspektif Manhaj Tarjih Muhammadiyah” di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada 27 Januari 2025. Dengan menghadirkan Ustaz Niki Alma Febriana Fauzi, dosen Ilmu Hadis UAD sekaligus anggota Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) PP Muhammadiyah, forum ini mengupas bagaimana ajaran Islam menjadi panduan dalam menciptakan harmoni antara manusia dan alam.

Dalam diskusi ini, Islam diposisikan sebagai ajaran yang tidak hanya mengatur aspek spiritual, tetapi juga memberikan perhatian khusus pada keberlanjutan lingkungan hidup. Islam, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ustaz Niki, memiliki sifat syumuliyah (komprehensif) yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.

Forum ini juga menjadi ajang diskusi interaktif antara peserta dan pembicara. 92 orang peserta hadir secara luring di Masjid Islamic Center UAD

“Ajaran Islam tidak hanya relevan untuk masa tertentu atau tempat tertentu, tetapi berlaku sepanjang zaman dan untuk seluruh umat manusia. Islam mengajarkan pentingnya keseimbangan dalam menjalankan peran manusia sebagai khalifah di bumi,” kata Ustaz Niki. Peran ini, lanjutnya, mencakup menjaga alam (istikhlaf), memakmurkannya (istimar), dan menjadikannya sebagai bagian dari ibadah kepada Allah.

Sementara itu, Manhaj Tarjih Muhammadiyah menawarkan metodologi pemahaman agama yang relevan dengan persoalan kontemporer, termasuk isu lingkungan. Dalam hal ini, pendekatan yang digunakan mencakup tiga aspek utama:
1. Pendekatan Bayani: Pemahaman teks agama secara literal.
2. Pendekatan Burhani: Pemanfaatan ilmu pengetahuan modern untuk memahami konteks ayat atau hadis.
3. Pendekatan Irfani: Refleksi spiritual untuk menangkap nilai-nilai mendalam dalam teks agama.

Dengan pendekatan ini, ayat-ayat Alquran dan hadis yang sebelumnya hanya dipahami secara tekstual kini dapat dimaknai secara ekologis. Misalnya, hadis tentang anjuran Rasulullah untuk mematikan lentera sebelum tidur tidak hanya dimaknai sebagai tindakan untuk mencegah kebakaran, tetapi juga sebagai ajakan untuk hemat energi, yang relevan dengan upaya konservasi sumber daya.

Dalam Islam, menjaga alam bukan hanya tanggung jawab sosial, tetapi juga bentuk ibadah. Alquran menegaskan bahwa kerusakan di bumi disebabkan oleh tangan manusia (QS. Ar-Rum: 41). Maka, upaya konservasi lingkungan, seperti menanam pohon, mengurangi penggunaan energi kotor, dan mendukung energi terbarukan, adalah bentuk nyata dari ibadah yang sesuai dengan semangat rahmatan lil alamin.

Sebagai agama yang mencakup seluruh aspek kehidupan, Islam mengajarkan bahwa hubungan manusia dengan lingkungan adalah cerminan tanggung jawab sebagai khalifah di muka bumi. Dengan memadukan nilai-nilai keislaman, ilmu pengetahuan modern, dan kearifan lokal, umat Islam diharapkan dapat menjadi pelopor dalam menjaga keberlanjutan lingkungan hidup. Sebab, seperti yang diajarkan Rasulullah, menjaga alam adalah bagian dari menjaga kehidupan itu sendiri.

Kolaborasi untuk Masa Depan yang Berkelanjutan

Melalui diskusi ini, para peserta diajak untuk memahami bahwa solusi terhadap permasalahan lingkungan memerlukan kolaborasi lintas sektor. Muhammadiyah, melalui Majelis Tarjih dan Tajdid, telah memulai langkah dengan menerbitkan panduan seperti Fikih Air dan menyelenggarakan program-program ramah lingkungan lainnya. Kolaborasi dengan Muslims for Shared Action on Climate Impact (MOSAIC), Green Faith Indonesia, Pusat Tarjih Universitas Ahmad Dahlan, dan organisasi lain juga terus diperluas untuk mengatasi krisis iklim secara kolektif.

Forum ini juga menjadi ajang diskusi interaktif antara peserta dan pembicara. 92 orang peserta hadir secara luring di Masjid Islamic Center UAD, 19 peserta melalui ZOOM, dan lebih dari 42 orang streaming melalui Youtube. Peserta antusias mengajukan pertanyaan seputar peran umat Islam dalam menjaga lingkungan serta upaya yang dapat dilakukan secara kolektif untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

“Kami berharap kegiatan seperti ini dapat terus berlanjut dan menjangkau lebih banyak kalangan,” ujar Ketua Panitia, Muhammad Ziaul Albab. “Kolaborasi antara generasi muda dan para ulama sangat penting untuk menciptakan solusi berbasis nilai-nilai Islam dalam menghadapi krisis lingkungan,” ungkapnya.

Sebagai tindak lanjut, Kajian Santri Cendekia Forum akan mengadakan dua kajian lanjutan pada 1 dan 22 Februari 2025. Tema yang akan diangkat adalah “Peran Umat Islam terkait Isu Lingkungan di Dunia Internasional” dan “Muhammadiyah dan Upaya Pemeliharaan Lingkungan”, dengan menghadirkan pembicara ahli lainnya. Rangkaian Kajian ini dapat diikuti live streamingnya melalui kanal youtube GreenFaith Indonesia.

==

Narahubung:
Sukowati (081510767004)
Farah (08112551236)

==

Tentang Kajian Santri Cendekia Forum

Kajian Santri Cendekia Forum adalah wadah diskusi untuk santri dan mahasiswa yang bertujuan membahas isu-isu strategis dari perspektif Islam. Forum ini berkomitmen untuk membangun kesadaran dan aksi nyata dalam menjaga kelestarian bumi sesuai dengan ajaran agama. Santri Cendekia Forum edisi Pengajian Islam dan Lingkungan ini merupakan kerjasama antara Pusat Tarjih Universitas Ahmad Dahlan, Muslims for Shared Action on Climate Impact (MOSAIC), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Fakultas Agama Islam, UAD, dan Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Ilmu Hadis, UAD.

Tentang MOSAIC Indonesia https://mosaic-indonesia.com/

MOSAIC adalah singkatan dari Muslims for Shared Action on Climate Impact atau Kolaborasi Umat Muslim untuk Dampak Perubahan Iklim. Pembentukan MOSAIC Indonesia merupakan salah satu tindak lanjut dari Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari sebagai sebuah wadah komunikasi dan aksi bersama antara berbagai kelompok masyarakat. MOSAIC adalah gerakan kolaboratif yang terdiri dari berbagai kegiatan yang bertujuan untuk memobilisasi umat Indonesia untuk memajukan dekarbonisasi dan keberlanjutan di Indonesia. Dipandu oleh ajaran Islam, gerakan ini melibatkan para pemimpin Islam dan memobilisasi pemuda Muslim untuk bergerak mendukung solusi iklim. Berbagai inisiatif MOSAIC bertujuan untuk menyoroti titik temu antara Islam dan iklim serta memberdayakan umat untuk mendorong aksi iklim di Indonesia.

Tentang Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah https://tarjih.or.id/

Majelis Tarjih dan Tajdid merupakan lembaga ijtihad jama’i (organisatoris) di lingkungan Muhammadiyah yang anggotanya terdiri dari orang-orang yang memiliki kompetisi ushuliyyah dan ilmiah dalam bidangnya masing-masing. Aktivitas intelektual yang menjadi domain tugas Majelis Tarjih dilakukan dengan mengikuti seperangkat panduan manhaj tarjih. Tiga tugas pokok Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, yaitu: pertama, melakukan pengkajian ajaran agama Islam untuk menjadi pedoman baik warga Persyarikatan Muhammadiyah maupun umat Islam. Dalam hal ini Majelis Tarjih telah menyusun sejumlah tuntunan seperti Fikih Air, Fikih Tata Kelola, Fikih Kebencanaan, dan lain-lain. Kedua, melakukan pengkaderan ulama. Ketiga, memberikan fatwa merupakan jembatan antara cita ideal syariah di satu pihak dan realitas kongkret masyarakat di pihak lain.

Tentang GreenFaith Indonesia

Greenfaith Indonesia (GFI) adalah bagian dari GreenFaith, sebuah organisasi lintas agama internasional yang bekerja untuk keadilan iklim di akar rumput, memiliki staf di 13 negara di Afrika, Asia, Eropa dan Amerika. Didirikan pada tahun 1992, GreenFaith bekerja dengan misi untuk membangun gerakan lingkungan dan iklim lintas agama di seluruh dunia dan visi untuk membangun komunitas ekonomi yang tangguh dan peduli yang memenuhi kebutuhan semua orang dan melindungi planet ini. Didirikan pada tahun 2022, GF Indonesia berfokus pada kampanye dan pengembangan kapasitas organisasi lintas agama dan anggota jaringan mereka dalam konteks keadilan energi dan iklim. Kami bergerak melalui pendidikan dan kampanye tentang ajaran multi-agama yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Kami mengapresiasi kegiatan keagamaan di Indonesia yang aktif dalam aksi perubahan iklim. GF secara aktif mengkampanyekan dan memberikan pelatihan terkait keadilan iklim dan membangun jaringan komunitas multi agama untuk perubahan iklim melalui ajaran agama.

Cek Kesehatan Gratis: Rayakan Milad TBM Bregma FK UAD di Masjid IC UAD!

Yogyakarta – Tim Bantuan Medis (TBM) Bregma Fakultas Kedokteran Universitas Ahmad Dahlan (FK UAD) menggelar kegiatan cek kesehatan gratis sebagai bagian dari perayaan milad yang berlangsung di Masjid Islamic Center UAD. Acara ini dilaksanakan pada Ahad, 22 September 2024, mulai pukul 07.00 WIB, setelah kajian rutin ahad pagi.

Kegiatan ini dihadiri oleh 63 jama’ah kajian yang merupakan bagian dari komunitas masjid. Dengan semangat berbagi dan meningkatkan kesadaran kesehatan, TBM Bregma berkolaborasi dengan takmir masjid untuk memberikan layanan cek kesehatan kepada jama’ah dan masyarakat sekitar.

Nunung, salah satu peserta, mengungkapkan, “Terima kasih kami haturkan kepada Tim mahasiswa magang kedokteran UAD. Alhamdulillah, kami senang dan insya Allah kami yang berumur di atas 40 tahun lebih hati-hati lagi dalam mengkonsumsi makanan. Semoga kegiatan ini bisa rutin dilakukan setahun dua kali.”

Dalam kesempatan yang sama, Dhini Warih dari FK UAD menyatakan, “Pelaksanaan cek kesehatan ini mendapat antusiasme yang besar dari jamaah kajian dan masyarakat sekitar UAD, bahkan melebihi kuota yang ditentukan.”

Rangkaian kegiatan dimulai dengan kajian rutin pada pukul 06.00 hingga 07.00 WIB, dilanjut dengan cek kesehatan gratis yang berlangsung dari pukul 07.00 WIB hingga selesai. Tujuan dari acara ini adalah untuk memperingati hari jadi TBM Bregma FK UAD sekaligus sebagai sarana bonding bagi seluruh pengurus TBM, agar mereka dapat bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

Dengan kegiatan ini, TBM Bregma FK UAD berharap dapat terus memberikan kontribusi positif bagi kesehatan masyarakat dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan, khususnya bagi jama’ah di Masjid Islamic Center UAD. (MA/AI)

Pelatihan Khotbah Jum’at untuk Dosen dan Tendik Universitas Ahmad Dahlan

Yogyakarta- Takmir Masjid Islamic center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mengadakan Pelatihan Khutbah Jum’at khusus bagi dosen dan tenaga kependidikan pada hari Rabu (04/09), bertempat di Aula Masjid Islamic Center UAD. Pelatihan ini dimulai dari pukul 08.00 WIB. Dalam pelatihan tersebut, para peserta dapat sharing atau diskusi dalam memberikan inspirasi dan inovasi penyampaian khutbah Jum’at yang tidak monoton.

Pelatihan ini diikuti oleh 40 peserta, yang terdiri dari dosen dan tenaga kependidikan UAD. Kegiatan ini dilatarbelakangi untuk meningkatkan kualitas khutbah Jum’at yang disampaikan oleh para akademisi dan tenaga kependidikan di lingkungan UAD.

“Di pelatihan ini, peserta akan banyak dilatih mengenai bagaimana menyampaikan khutbah yang baik dan memberi inspirasi. Harapan kami ke depan, lebih banyak dosen dan tendik UAD yang berperan aktif dalam masyarakat melalui khotbah yang inovatif.”ungkap ketua Takmir Islamic Center UAD, Dr. Riduwan, S.Ag., M.Ag. dalam memberikan sambutan.

Rangkaian kegiatan pelatihan ini meliputi 3 materi. Pertama tentang Fikih Khutbah Jum’at oleh ustadz Rahmadi Wibowo, Lc., M.A., M.Hum. selaku Ketua LPSI UAD. Kemudian kedua, tentang Penyegaran Topik-topik Khutbah Jum’at: AIK dan Sains oleh ustadz Qaeem Aulassyahied, S.Th.I., M.Ag. Dan terakhir tentang Micro Khutbah: Pengayaan Metode dan Strategi oleh Dr. Mhd. Lailan Arqam, S.Pd., M.Pd.

Dengan diberikannya wawasan baru serta strategi yang efektif dalam penyampaian khutbah Jum’at, para peserta bisa mengamalkannya sehingga tidak hanya menjadi rutinitas, tetapi juga menjadi momen yang inspiratif dan berdampak bagi jama’ah.

UAD Siap Menyelenggarakan Shalat Idul Adha 1445H

BANTUL, Kampus 4 Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang terletak di Jl. Jend. Ahmad Yani (Ringroad Selatan) menjadi alternatif bagi jamaah ataupun masyarakat umum yang ingin merasakan suasana shalat ied di Kompleks Kampus.

Secara geografis, kampus IV UAD masuk kalurahan Tamanan, kepanewon Banguntapan, Bantul. Sehingga penyelenggaraannya bekerjasama dengan Masjid dan Ranting setempat, lebih tepatnya ialah Takmir Masjid Al Ikhlas, Kemutug dan Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Tamanan.

Penyelenggaraan shalat ied tersebut berlangsung tiap tahun, baik untuk idul fitri maupun idul adha. Adapun pelaksanaan Idul Adha 1445H kali ini, sebagaimana maklumat PP Muhammadiyah bahwa tanggal 1 Dzulhijjah jatuh pada hari Sabtu, 8 Juni 2024, maka shalat Idul Adha dilakukan pada hari Senin, 17 Juni 2024.

Seperti biasanya, shalat akan dilaksanakan di tanah lapang, tepatnya di lapangan sepak bola UAD atau sisi timur kampus. Sebagaimana disampaikan oleh Ketua Panitia, Muh. Saeful Effendi, S.Pd., M.Pd.BI., yang akan bertindak sebagai Khatib ialah Ketua PP Muhammadiyah, Ustadz Prof. Dr. H. Dadang Kahmad, M.Si.

Wakil Rektor I Bidang Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK), Ustadz Dr. H. Nur Kholis, M.Ag dalam sambutannya pada rapat koordinasi Senin (3/6) di Ruang Kaca Barat, Lantai 10 Kampus IV UAD menyebut bahwa penyelenggaraan shalat Id di UAD diharapkan menjadi icon PHBI di wilayah Jogja bagian selatan. (Mas DF)

SEMARAKAN RAMADHAN, Aisyiyah dan Nasyiyatul Aisyiyah adakan Tabligh Akbar

YOGYAKARTA- Pada kajian jelang buka puasa di Masjid Islamic Center kembali di gelar pada hari Ahad (24/03). Hari sangat berbeda dengan hari-hari sebelumnya karena hari ini digelar Tabligh Akbar dan Milad 1 tahun Rajin (Gerakan Mengaji Nasyiah) dengan mendatangkan 2 pemateri sekaligus yaitu Dr. Adib Sofia, SS, M.Hum Wakil ketua majelis tabligh dan ketarjihan PP […]

Mengenal Hukum dalam Islam

YOGYAKARTA- Kajian jelang berbuka di masjid Islamic Center UAD pada hari Sabtu (30/03) membahas tema tentang hukum dan Islam yang disampaikan oleh M. Habibi Miftakhul Marwa SHI, MH (Dosen Fakultas Hukum UAD) selaku pemateri.

Mengutip dari Rene David guru besar hukum dan ekonomi universitas Paris, Habibi menyampaikan bahwa tidak mungkin orang memperoleh gambaran yang jelas tentang Islam sebagai suatu kebulatan, jika orang tidak mempelajari hukumnya. Kemudian kerangka dalam Islam itu ada 3, yaitu akidah, syariah dan akhlak. Akidah berbicara tentang keyakinan dan keimanan serta bagaimana tentang ketauhidan. Syariah adalah sistem hukum yang ada di dalam ajaran agama Islam. Syariah merupakan kumpulan norma ilahi yang Allah turunkan kepada umat manusia. Akhlak secara garis besar adalah sistem etika dan moral yang ada di dalam ajaran agama Islam. Antara ketiga kerangka tersebut terdapat satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan.
Islam memiliki kumpulan aturan yang lengkap hampir bisa dikatakan setiap aktivitas yang ada di dalam kehidupan manusia ini Islam memiliki sistem aturan. Aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah dalam syariat itu ada aturan yang mengatur terkait tata cara beribadah dan membangun hubungan dengan Allah SWT. Islam juga mengatur tata cara membangun hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam yang disebut dengan muamalah.

Kemudian Habibi juga menjelaskan terkait perbedaan syariat dan hukum. Di mana syariat itu adalah kumpulan norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT (ibadah), hubungan manusia dengan manusia dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan (muamalah).

Dan hukum merupakan suatu kumpulan aturan yang dapat dilaksanakan untuk mengatur atau mengatur masyarakat atau aturan apapun yang dibuat sebagai suatu aturan hukum seperti aturan dari perlemen. Manusia harus di atur agar manusia bisa hidup tertib agar tidak terjadi konflik. Dia juga menyampaikan bisa disebut hukum apabila memenuhi 4 unsur yaitu ada aturan, ada yang membuat, bersifat memaksa, ada sanksinya bagi para pelanggar aturan.

“Kedudukan hukum dalam Islam saling terikat karena Islam menjadi agama paripurna yang berisi aturan-aturan dan yang menjadi sumber hukum utama dalam Islam adalah Alquran dan hadis. Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin hukum umat Islam.” Terangnya.

Dalam Alquran memiliki kandungan hukum, seperti pada surat surat madaniyah kandungannya berkaitan dengan hukum. Ayat-ayat hukum di dalam Alquran ada sekitar 368 ayat atau sekitar 5,8 persen dari seluruh ayat di dalam Alquran. Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin hukum telah meletakkan hukum-hukum modern di tengah masyarakat arab yang masih jahiliah. Nabi Muhammad datang membawa perubahan terkait sistem hukum yang ada di Arab pra Islam. (Ekha Yulia Ningsih)

ISLAM, IMAN, DAN IHSAN SEBAGAI TIGA TINGKATAN TERTINGGI DALAM BERAGAMA

Suatu saat Jibril AS datang menemui Rasulullah SAW, dan bertanya kepada beliau tentang tiga persoalan yang sangat penting bagi umat Islam, yakni pengertian Islam, iman, dan ihsan.

Islam sebagaimana yang diketahui lalu dijawab oleh Rasulullah dengan 5 rukun Islam, dan iman dijawab dengan 6 rukun iman yang umat Islam yakini, dan semua dibenarkan oleh Jibril AS. Lalu terakhir, beliau bertanya tentang Ihsan dan dijawab dengan ungkapan yang sangat menarik; “anta’budallah kaannaka taraahu fa inlam yakun taraahu fainnahu yaraaka” (Kamu beribadah seakan-akan melihat Allah dan apabila kamu tidak bisa melihat Allah yakinlah bahwa Allah itu melihat kamu”.

Ketiga inilah yang dikatakan oleh para ulama sebagai tingkatan atau martabat yang tertinggi di dalam Islam. Prolog ustadz Fathurrahman Kamal, Lc., M. S. I. (Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah), saat mengawali kajian singkat sebelum shalat tarwih di Masjid Islamic Center UAD.

Dia kembali melanjutkan bahwasanya, Islam seringkali dipahami sebagai persoalan-persoalan yang bersifat praktis di dalam kehidupan. Shalat, zakat, dan puasa yang umat Islam lakukan sehari-hari dinyatakan sebagai bagian daripada manifestasi Islam secara amaliyah, dan di atasnya menyangkut persoalan yang bersifat alyakiniyah, yaitu keyakinan kepada Allah SWT, lalu gabungan antara al-Islam dan al-iman itulah yang melahirkan ihsan sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah SAW. Sehingga Al-Ihsan ini merupakan tingkatan paling tinggi di antara ketiganya di hadapan Allah yang maha pengasih dan penyayang.

Puasa menjadi praktik suci yang ditujukan untuk meningkatkan ketakwaan di antara mereka yang beriman. Hal ini dinyatakan ketika seseorang telah mencapai level kedua dalam keimanan, yaitu iman, dimana kebenaran agama diterima sepenuhnya sebagai bagian dari keyakinan yang melekat dalam diri. Kebenaran ini bisa datang dari wahyu ilahiyah yang mutlak atau dari kebenaran aqliyah yang dapat dibuktikan melalui akal.

Dengan mengamalkan puasa, seseorang diharapkan untuk menolak segala bentuk kontradiksi terhadap keyakinan tersebut. Inilah esensi minimal bagi seseorang yang ingin mencapai tingkat ketakwaan sejati, sesuai dengan ungkapan “la’allakum tattaqun”.

Kemudian, yang dimaksud dengan Al-ihsan ialah ketika hati seseorang benar-benar tertanam, terpatri dengan kokoh di dalam suasana yang penuh dengan nurani, suasana yang penuh dengan cahaya dan kebaikan, hingga bahkan sesuatu yang tidak tampak atau kasat mata bisa menjadi jelas ketika intuisi bahasa nurani seseorang mengalami suatu aktivitas yang baik.

Fathurrahman mengutip sebuah nasihat dari Ibnu Qayyim Al-Jauziah di dalam kitab beliau yang berjudul Al jawabul Kaffi; dikatakan bahwa di antara 2 pintu utama paling besar orang yang masuk ke dalam neraka, yaitu: Pertama ialah pintu ketamakan dan kerakusan. Kedua syahwat perut. Jika ini tidak tertahankan, maka diikuti dengan syahwat kemaluan. Begitulah seterusnya berbagai macam ketimpangan kekacauan sosial, politik, dan ekonomi berangkat dari satu persoalan, yaitu perut.

Jangan pernah merasa berjasa di hadapan Allah SWT ketika sanggup meninggalkan semua makan dan minum, binatang juga pun sanggup tidak makan dan minum. Rasulullah mengingatkan kepada umat Islam betapa banyak orang berpuasa tidak dapat apa-apa kecuali rasa lapar dan dahaga, betapa banyak orang yang menghidupkan malam harinya untuk shalat dan seterusnya tidak mendapatkan apa-apa kecuali seperti orang yang begadang.

Maka sesungguhnya yang ingin diaktivasi oleh Allah ialah bukan hanya persoalan pengetahuan tentang agama Islam, bukan hanya klaim keimanan yang terus diucapkan melalui lisan, tetapi satu hal yang sangat penting “apakah kalbu kita semakin hidup dengan kita menjaga jarak dari segala hal apa yang seharusnya diperbolehkan oleh Allah swt?”

“Jadi saudara sekalian, itulah kata para ahli tasawuf atau tazkiyatun nufus, manakala saudara belajar fiqih, maka fiqih itu berbicara tentang tata kelola shalat yang sifatnya amaliyah, manakala saudara berbicara tentang iman atau akidah, maka iman dan akidah itu berbicara tentang S.O.P kita berkeyakinan kepada Tuhan tetapi satu yang paling tinggi, manakala kita berbicara tentang tazkiyatun nufus, maka kita sedang berbicara bagaimana kita membuat satu sistem prosedural di dalam menata hati qolbu dan nurani kita,” tutup beliau. (Siti Kamaria)