Umat Islam sebagai Masyarakat Pilihan
YOGYAKARTA— Kajian Ahad pagi kali ini membahas penafsiran al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 143-153. Adapun temanya adalah “Umat Islam sebagai Masyarakat Pilihan” dengan Narasumber Ustaz Nur Kholis. Kajian ini berlangsung di Aula Islamic Center (9/1).
Ustaz Nur membuka kajiannya dengan membacakan firman Allah swt dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 143 yang artinya:
“Dan demikian pula kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyianyiakan imanmu. Sungguh, Allah maha pengasih lagi maha penyayang kepada manusai.”
Ustaz Nur menjelaskan bahwa bentuk pengagungan Allah terhadap dirinya ialah dengan bentuk penyebutan diri-Nya dengan kalimat jamak “kami”. Ini menunjukkan keagungan Allah yang telah menjadikan timur dan barat menjadi milik-Nya. Dalam ayat tersebut juga dijelaskan siapa pun yang mendapat petunjuk maka pasti akan Allah memberikan bimbingan.
Kata “ummah” dalam ayat bermakna masyarakat yaitu sekumpulan orang yang dihimpun oleh suatu ikatan berupa agama. Sedangkan kata “wasathan” dalam ayat bermakna adil dan pilihan. Umat Islam adalah umat pilihan dan umat terbaik yang Allah ciptakan, sehingga ketika ada ketidakmampuan umat Islam untuk menjadi umat pilihan itu berarti bentuk pengkhianatan terhadap Allah atau terhadap amanah yang telah diberikan oleh Allah.
Ada dua fungsi umat pilihan; pertama, fungsi eksternal. Yaitu agar kita menjadi saksi atas umat yang lain kelak di akhirat, tetapi itu tidak hanya di akhirat. Umat Islam memiliki tugas untuk menjadi saksi sejarah atas masyarakat yang lain. Misalnya, ketika ada masyarakat yang tertindas maka umat Islam harus menguatkannya. Ketika ada masyarakat yang miskin maka umat Islam harus berbondong-bondong untuk membantu masyarakat yang miskin tersebut. ketika melihat ada masyarakat yang maju maka umat Islam harus objektif dalam melihatnya dan senantiasa mau belajar untuk meningkatkan keadaan dan kemampuan. Umat Islam adalah umat terbaik sebagaimana telah ditegaskan oleh Allah dalam al-Qur’an surat Ali ‘Imran ayat 110.
Kedua, fungsi internal. Umat Islam harus melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang dapat menjadikannya umat pilihan, sehingga Rasul dapat menjadi saksi atas mereka kelak di hari kiamat. Tentu, masyarakat pilihan ini adalah masyarakat yang diharapkan oleh Nabi saw.
Ada sepuluh ciri umat Islam disebut sebagai masyarakat pilihan. Pertama, berjiwa besar. Umat Islam itu senantiasa berjiwa besar dalam mengikuti kebenaran. Jangan mudah percaya dengan sesuatu yang tidak ada dasarnya.
Kedua, terkemuka. Ini dipahami dari kata “fastabiqul khairat” dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 148. “Khair” artinya kebaikan yang disenangi oleh semua orang. Sehingga makna ayat tersebut; oleh karena itu umat Islam harus berusaha untuk berada di depan yaitu dalam semua kebaikan yang disenangi oleh semua orang. Masyarakat Muslim harus berusaha untuk menjadi yang terdepan dalam melakukan hal-hal yang disenangi oleh semua orang.
Ketiga, pencerah. ini dipahami dari al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 151. Masyarakat kala itu tercerahkan sebab al-Qur’an yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Beliau memiliki tugas untuk membacakan dan mengajarkan ayat-ayat Allah kepada manusia, sehingga umatnya pun memiliki tugas untuk membacakan dan mengajarkan ayat-ayat Allah kepada yang lain.
Keempat, bersih. ini diambil dari kata “yuzakkīkum” dalam al-Baqarah ayat 151. Nabi saw mensucikan mereka dari segala kotoran yang melekat pada batin dan lahir ketika mereka berada di zaman Jahiliyah.
Kelima, unggul. keunggulan ini sebab diberi pengajaran oleh Nabi saw. Saat itu, bangsa Arab menjadi sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang ada disekitarnya yang sebelumnya mereka telah diberikan kitab suci.
Keenam, berkearifan tinggi. Ketujuh, berwawasan luas. Kedelapan, religius. Ini diambil dari al-Qur’an surat al-Baqarah “fadzkuruni adzkurkum” yang artinya dapat menghadirkan Allah dalam segala tindakan dan kehidupan nyata.
Kesembilan, efektif. Ini diambil dari kata “waskuruli”. Arti efektif adalah kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan segala sumber daya yang ada. Kesepuluh, efisien. Ini diambil dari kata “walā takfurun”. Ini berisikan larangan bagi umat Islam untuk melakukan pengingkaran dalam hal aqidah dan anugerah. Artinya, dapat menjalankan tugas dengan baik dan tepat. Mereka juga dapat melakukan sesuatu sesuai dengan rencana dan tidak membuang-buang waktu. (Ahmad Farhan)